Kepada para mahasiswa yang merindukan kejayaan
Kepada rakyat yang kebingungan di persimpangan jalan
Kepada pewaris peradaban yang telah menggoreskan
Sebuah catatan kebanggaan di lembar sejarah manusia
MAHASISWA IDEAL TIDAK HANYA KULIAH PULANG
Petikan Mars mahasiswa ini tentu tidak asing lagi di telinga mahasiswa. Saat masuk dan menjadi mahasiswa baru, kalimat ini adalah nyanyian keseharian ketika OSPEK.
Mahasiswa, rakyat, pewaris peradaban adalah kata-kata yang memiliki ikatan makna dan tak terpisahkan. Kenapa hal ini bisa terjadi? Tentunya semua ada alasan yang mendasari.
Rakyat di negeri ini mengenal sosok-sosok seperti Ir. Soekarno, Muh. Hatta, Soe hok Gie dan kiprahnya mereka ketika menjadi mahasiswa. Torehan tinta yang mereka goreskan dalam sejarah negara ini dimulai pada saat mereka masih seusia kita, mahasiswa. Dan sampai saat ini hasil perjuangannya masih bisa dirasakan. Tahun 1968, dunia mencatat gerakan mahasiswa di Perancis yang mendapat dukungan dari masyarakat luas bersatu melawan kaum borjuis yang ada pada saat itu. Peristiwa mundurnya Soeharto pada tahun 1998 juga dilakukan oleh gerakan mahasiswa dari seluruh penjuru nusantara. Semua itu terjadi karena mahasiswa benar-benar mempersiapkan dirinya dan menjalankan perannya sebagai sebuah pembaharu atau perubah sebuah keadaan yang stagnan ataupun kondisi yang tidak berpihak pada rakyat.
Lalu seperti apakah wajah mahasiswa sekarang ini?
Sudah menjadi rahasia umum jika saat ini banyak kalangan menilai bahwa mahasiswa mengalami penurunan dari sisi gerakan. Mahasiswa seolah lupa bahwa perannya menjadi harapan rakyat ditengah kondisi ketidakpastian dan sulit seperti saat ini. Sikap individualis, apatis, pragmatis dan oportunis tengah menjangkiti mahasiswa. Pada kenyataannya mahasiswa tidak hanya bertanggungjawab terhadap pribadi dan masa depannya saja, melainkan juga bertanggungjawab terhadap kondisi masyarakat, politik, ekonomi dan keberlangsungan Negara ini. Biaya kuliah yang sebagian disubsidi pemerintah berasal dari uang rakyat yang dikumpulkan melalui pajak. Maka tidak bisa dipungkiri jika mahasiswa menjadi tumpuan harapan rakyat.
Pada kenyataanya mahasiswa sering menganggap remeh harapan rakyat . Mahasiswa hanya sibuk dengan dirinya sendiri, mengejar nilai cumlaude dan berpikir mendapat pekerjaan layak setelah lulus. Hal itu sebenarnya tidaklah keliru, karena mahasiswa juga dituntut untuk memiliki spesifikasi ilmu secara akademik yang bagus. Namun terkadang fenomena ini menjadikan mahasiswa hanya berkutat dengan dirinya sediri dan acuh dengan kondisi lingkungan yang terjadi. Bahkan sekarang berkembang istilah “mahasiswa kupu-kupu”. Sebutan ini ditujukan pada karakter mahasiswa yang sekedar kuliah lalu pulang. Tentunya mahasiswa yang termasuk dalam kategori ini adalah orang yang rajin kuliah untuk mendapatkan nilai akademik bagus dengan tujuan bisa lulus secepat mungkin. Selain itu dia tidak memiliki minat terhadap kegiatan lain seperti halnya tipe mahasiswa organisatoris. Mahasiswa kupu-kupu bisa jadi memang memiliki keunggulan dari sisi akademik yang tinggi akan tetapi seorang mahasiswa tidak hanya dituntut untuk ahli dalam keilmuannya saja, akan tetapi juga memiliki berbagai ketrampilan lain yang tidak didapatkan dari mata kuliah yang ada.
Kampus adalah sebuah tempat bagi kalangan intelektual. Budaya intlektual sudah seyogyanya juga tetap dipelihara agar keahlian tersebuat bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Empat hal yang harus ada dalam budaya intelektual adalah membaca,diskusi, menulis dan organisasi. Ke empat elemen ini harus bersinergi untuk membuat sebuah perubahan. Mahasiswa perlu membaca spesialisasi keilmuan dan juga membaca wawasan umum yang akan membuat peka terhadap semua hal apalagi yang menyangkut kepentingan rakyat. Dengan modal ilmu yang di dapat melalui buku itulah tercipta sebuah diskusi ilmiah. Diskusi ini menjadi sarana untuk mengasah kemampuan mahasiswa dalam mengungkapkan pendapat dan berargumen.
Hal ketiga yang menjadi tradisi intelektual melekat pada diri mahasiswa adalah menulis. Tentunya tulisan yang dihasilkan bukan sekedar tulisan yang tidak bermanfaat, melainkan tulisan yang memiliki bobot keilmuan dan bisa membawa dampak positif. Banyak kalangan intelektual bangsa ini yang muncul dengan tradisi menulis seperti M Natsir, Moh. Hatta, Ir. Soekarno dan lainnya. Di era sekarang kita tentu mengenal Andrea Hirata yang mampu membawa angin baru bagi dunia sastra dan pendidikan melalui novelnya tetralogi Laskar Pelangi. Sebuah gebrakan baru yang diinspirasi oleh kisah nyata dan mampu menginspirasi banyak orang, bukan hanya di Indonesia saja tetapi juga masyarakat internasional. Ada juga A. Fuadi, seorang intelektual yang terkenal dengan karya fenomenalnya, Negeri 5 Menara. Meski kedua penulis ini berkarya melalui novel, namun mampu menyuguhkan sebuah nuansa baru bagi dunia pendidikan dan intelektual.
Tradisi terakhir dalam dunia mahasiswa adalah berorganisasi. Melalui sarana ini mahasiswa akan mampu menempa diri untuk menjadi pemimpin dan mengorganisir orang lain untuk sebuah kepentingan. Selain itu organisasi akan memunculkan ide kreatif dan inovatif serta membangun kemampuan lobbying yang tentunya semua hal ini tidak didapat dari perkuliahan di kelas.
Melalui budaya membaca, diskusi, menulis, dan organisasi, mahasiswa berarti telah mempersiapkan diri untuk menyandang dan mengimplementasikan stasusnya sebagai director of change, iron stock dan sosial control. Idealisme dan pemikiran kritis yang dimiliki akan mampu mengangkat realita yang tengah terjadi dalam masyarakat, serta memperjuangkan kepentingan rakyat.
Mahasiswa yang memiliki pengetahuan dan tingkat pendidikan yang tinggi adalah pelopor sebuah perubahan (director of change). Apa yang dilakukan mahasiswa pada saat ini adalah cerminan kondisi bangsa ini ke depan. Jika mahasiswa tanggap dan proaktif menjaga martabat bangsa sejak saat ini, maka bangsa inipun akan tetap besar saat tongkat kekuasaan beralih ke tangan mahasiswa nantinya. Namun sebaliknya ketika mahasiswa saat ini bermalas-malasan, hanya mementingkan pribadi, dan acuh dengan kondisi sekitar, maka nasib negeri ini juga tidak menentu. Perubahan yang dibawa oleh mahasiswa dimulai sejak sekarang.
Peran kedua mahasiswa adalah sebagai iron stock. Semua penguasa maupun elit politik yang saat ini duduk di pemerintahan dan lembaga penting lainnya, tidak akan memegang kekuasaan ini selamanya. Ada masanya ketika mereka harus melepaskan semua. Jika pada saat ini mereka tidak membela rakyat, yang pada akhirnya menyebabkan hak-hak rakyat terpangkas, maka seharusnya hal ini membuat mahasiswa memiliki rasa keberpihakan pada rakyat yang dibuktikan dengan aksi nyata yang langsung bias dirasakan, termasuk dengan mempersiapkan diri untuk menjadi pemimpin bangsa. Mahasiswa tidak cukup jika hanya mengembangkan kemampuan spesifik saja, melainkan harus memiliki kemampuan lain seperti jiwa kepemimpinan, diplomasi dan kemampuan membuat jaringan.
Hal terakhir adalah menjadi social control. Dalam hal ini, mahasiswa berperan untuk mengontrol kondisi masyarakat dan pemerintahan. Mahasiswa selayaknya menjadi panutan masyarakat. Pada saat kehidupan sudah jauh dari norma-norma bangsa, seperti halnya korupsi yang merajalela, maka mahasiswa muncul dengan menyuarakan kebenaran.
Melihat begitu besarnya harapan rakyat pada mahasiswa, maka pilihan ada pada diri mahasiswa itu sendiri. Memilih untuk tetap sibuk dengan diri sendiri dan apatis terhadap lingkungan ataukah memilih untuk mengemban tanggungjawab sebagai generasi penerus bangsa.
By: Anny KPI Solo
Sumber: http://shofa-sohib.blogspot.com