Selamat Datang Diblog Andi Riyanto * jadikan hidupmu bermanfaat bagi orang yang kamu sayangi * ingatlah kelemahanmu itu adalah kelebihanmu * masalah itu timbul dari pikiran kita *

Jumat, 18 Juli 2014

“Bom Waktu” Siap Meledak 9 Juli

Masalah dan problem yang berkembang ditanah air menurut mantan ketua DPR/MPR Harmoko, di kolom Surat Kabar Pos Kota 2 Juni 2008 memberi refleksi pada ”tiga krisis”. Yakni krisis kelembagaan, krisis kepemimpinan, serta krisis kepercayaan. Krisis tersebut memberikan sumbangan tentang rawannya akan ketahanan nasional.
Dari berbagai macam ketahanan nasional yang paling rawan ada pada ketahanan politik, karena sering mengganggu stabilitas nasional. Dampak perkara ini sangat besar, karena dapat mengganggu pada pelaksanaan dan sistem demokrasi di bumi pertiwi.

Permasalahan yang ditimbulkan tersebut seakan menjadi “bumbu penikmat” pada pelaksanaan demokrasi yang sering dialami oleh negara ini. dampak tersebut adalah komflik pemilu yang berkelanjutan, mulai dari konflik daerah seperti yang terjadi di konflik Palopo Sulawesi Selatan, sampai konflik pilkada Jawa Barat.

Bahkan komflik ini bukan hanya terjadi di Indonesia saja. Banyak negara di dunia mengalami hal yang sama, misalnya yang dialami oleh Ukraina yang di beritakan liputan6.com (25/5) dan pemilu presiden di Suriah yang dikabarkan oleh portalKBR.com (03/6).
Maka komflik politik ini jika selalu dibicarakan akan semakin menarik, bahkan akan memberi refrensi kedepannya. Supaya bisa menanggulangi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi nantinya.
Beralih kepada suasana pelaksanaan demokrasi tahun ini, ada hal yang menarik yang bisa dicermati. Pemilu tahun ini hanya diikuti dua kandidat presiden yang memungkinkan berlangsung satu putaran, banyaknya deklarasi ormas pendukung serta kentalnya black campaign. Ini seakan pemilu menyimpan “Bom Waktu” yang siap meledak pada tanggal 9 Juli mendatang.
Pilpres kali ini mirip perang dingin antara dua negara adi kuasa, yakni blok barat pimpinan Amerika (beserta sekutunya) dan blok timur Uni Soviet (beserta sekutunya) pada tahun 1947-1991. Yang keduanya unjuk kekuatan di bidang koalisi militer, ideologi, psikologi, persenjataan dan masih banyak lagi.
Bedanya pada pemilu kali ini pada unjuk kekuatan tersebut terjadi pada koalisi partai dan banyaknya organisasi yang berdeklarasi untuk mendukung para calon. Berapa banyak dukungan yang diberikan untuk kedua calon presiden ini?
Kompas (06/06) mencatat sudah 348 ormas dari berbagai kalangan yang berdeklarasikan dukungannya terhadap Prabowo. Bahkan media online beritahukum.com (26/6) memcatat perkembangan tiap hari dengan rata-rata 20 sampai 25 deklarasi, dengan total per 26 juni sebanyak 750 organisasi siap memenangkan calon nomor urut satu tersebut.
Sedangkan dipihak capres Jokowi juga di dukung dari berbagai element masyarakat. Misalnya yang dicatat solopos (25/5) dukungan alumni SMA N 6 Solo angkatan 1980 sampai 2013 untuk Jokowi, kompas.com (10/6) memberitakan puluhan ribu petani Priangan timur dukung Jokowi, sampai yang dicatat merdeka.com (40/6) 40 organisasi kepemudaan Nasional, dan masih banyak lagi yang mendukung pasangan no urut dua tersebut.
Bahkan “adu kekuatan” ini semakin panas ketika kedua belah pihak juga didukung para Purnawirawan TNI. Apakah semua ini mempunyai hasil yang positif untuk para calon?
solopos.com (26/6) menjawab pertanyaan tersebut dengan memberitakan survei dari Lembaga Ilmu Politik Indonesia (LIPI). Dalam hasil survei tersebut tercatat pasangan Jokowi-Jk mendapatkan 40% sedangkan Prabowo-Hatta mendapatkan 34%. Yang belum menentukan suara sebanyak 23%.
Hasil ini tentunya tidak lepas dari kerjasama antara para calon dengan tim suksesnya yang berhasil membentuk opini masyarakan akan keunggulan masing-masing calon. Sehingga banyak kelompok yang menjadi fanatis akan calon yang nantinya meneruskan tampuk kepemimpinan SBY.

Bom Waktu
Berbicara mengenai sifat fanatis ini, kita bukan membicarakan sikap yang sering dikoar-koarkan sebagai sifat orang Islam yang menginginkan tegaknya syariat Islam. Tetapi lebih kepada fanatik yang memiliki makna sebenarnya yakni teramat kuat kepercayaan (keyakinan) terhadap suatu ajaran.
Suatu artikel di psikoterapis.com, sikap fanatik ini bisa muncul dalam diri seseorang, dan sifat ini secara psikologi cenderung kurang memperhatikan kesadaran sehingga seringkali perilakunya kurang terkontrol dan tidak rasional. Fanatisme juga dipandang sebagai penyebab menguatnya perilaku kelompok yang tidak jarang dapat menimbulkan perilaku agresi.
Apakah sifat ini bisa menjadi “bom waktu” yang siap meledak pada saat pilpres 9 juli nanti? dan apakah penyebabnya?
“Bom” yang berdaya ledak kecil sudah terjadi di Yogyakarta, antara pendukung kedua belah pihak. Ini terjadi karena keduanya saling bertemu, dan perbedaan baju merekalah yang membuat kedua pendukung terjadi perkelahian.
Perkawinan antara egois dan fanatik ini yang membuat tidak jernih dalam berfikir. Merasa calon yang diusungnya yang paling benar dan paling pantas untuk memimpin keduanya.
Dari panasnya persaingan inilah dimungkinkan akan terjadi ledakan “Bom Waktu” pada tanggal 9 Juli yang berskala nasional? Dan kenapa bisa begitu?
Sejak diumumkannya Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta sebagi calon presiden, banyak isu-isu yang menyudutkan keduanya. Seakan-akan masyarakat sudah terkontaminasi virus black campaign, sehingga banyak yang saling mencaci contoh gampangnya seperti perang argumen dan cacian di sosial media.
Apalagi ditambahnya saling adu kekuatan tadi, yang ditonjolkannya pendukungan organisasi-organisasi secara terbuka. Deklarasi ini seakan membentuk suatu kumpulan dari banyak organisasi yang siap untuk unjuk kekuatan pada 9 juli nanti dan siap “meledakkan” amunisinya.
Apa Penyebab konflik konflik tersebut? Menurut wasekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Girindra Sandino, ada tiga hal yang menjadi perhatian pertama indikasi kecurangan, Kedua ketidak puasan akan hasil pemilu yang tidak sesuai target, dan terakhir kurangnya responsif dari aparatur keamanan.
Jadi kemungkinan terjadi konflik tersebut sangat nyata, apalagi sekarang ini banyak organisasi yang secara terang-terangan mendeklarasikan keterpihakan mereka, pastinya pengawasan akan lebih rumit jika tidak ada kontrol langsung dari tim pemenangan masing-masing calon.
Kontrol untuk organisasi yang telah bergabung itu penting, disamping meneruskan kampanye damai yang telah di sepakati kedua calon pada tanggal 3 juni silam juga sebagai “obat” konflik di Yogyakarta tidak menjadi konflik yang menyeluruh di nusantara. Proses demokrasi harus berjalan dengan lancar demi menciptakan indonesia yang lebih baik.

Catatan: 30/06/2014

Kataku

ketika kita tidak mencoba, maka kita tidak akan mengalami kesalahan, sehingga apa yang disebut keberhasilan juga kita tidak akan mengetahuinya. Sesuatu yang baru itu lebih membuat kita tertantang, sehingga kita dapat menabung dalam bank pikiran kita, sehingga kita dapat mengambilnya suatu nanti apabila kita membutuhkanya.
Andi Riyanto
Template by : kendhin x-template.blogspot.com