Selamat Datang Diblog Andi Riyanto * jadikan hidupmu bermanfaat bagi orang yang kamu sayangi * ingatlah kelemahanmu itu adalah kelebihanmu * masalah itu timbul dari pikiran kita *

Minggu, 09 Februari 2014

Penari politik dalam “Aspirasi”

Mendekati tahun 2014 yang notabennya adalah tahun politik dinusantara, yang menjadi bukti bahwa negara ini menganut demokrasi. Pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) serta Presiden dan Wakil Presiden semakin dekat, hal ini membuat baliho Calon Legislatif (CALEG) serta bendera partai politik (PARPOL) bak jamur yang tumbuh dimusim hujan, untuk menjadi alat untuk mensukseskan pemilu serta mensukseskan calek atau parpol tertentu.
Semakin mendekati pemilu, semakin pula golongan masyarakat yang muncul. Golongan masyarakat yang menjdi perhatian yakni masyarakat yang notabennya “dipaksa” apatis, karena sudah hilangnya rasa kepercayaan kepada wakilnya yang duduk di singgasana pemegang kebijakan dinegeri ini yang banyak terjerat kasus korupsi.
Hal tersebut terbukti dengan semakin bertambahnya angka GOLPUT (Gulongan Putih), ditahun 2009 sebanyak 39.1%. Juga yang diberitakan Koran ini beberapa waktu yang lalu mengenai warga Jogja yang tak peduli DPT (Daftar Pemilih Tetap) sampai sepinya pendaftar sebagai Pionir Pemilu 2014.
Hal ini menjadi perhatian khusus bagi Komisi Pemilihan Umum ((KPU) serta parpol sebagai wadah para Caleg, sehingga harus memiliki strategi khusus untuk menumbuhkan animo masyarakat seperti tahun 1999 silam yang angka pemili mencapai 93%.
Parpol serta para calegpun semakin memilkirkan cara untuk membantu menumbuhkan rasa nasionalisme masyarakat, dari penjaringan caleg yang super ketat, untuk mencapai hasil maksimal, bahkan para caleg yang sudah lolos makin “Tebar Pesona” kemasyarakan untuk memaparkan Visi dan Misinya.
Selain menyampaikan Visi Misi yang menampung kemajuan masyarakat, para Caleg juga mebuat MoU (Memorandum of Understanding) pada kelompok masyarakat misalnya membangun jalan, gedung-gedung, bahkan mengisi uang kas Rukun Tangga (RT), yang semuanya diatas namakan membantu masyarakat atas menangani problema yang terjadi, secara cepat.
Jika menilik lebih dalam, masyarakat sebetulnya bukan hanya membutuhkan semua yang dicontohkan diatas, tetapi kepada hal yang lebih nyata, misalnya pembangunan ekomoni, pendidikan, kesehatan dsb. Kesemuanya adalah pembengunan kesejahteraan masyarakat yang tak mungkin diwujudkan dalam tempo beberapa bulan sebelum pemilu berlangsung.
Sehingga banyak masyarakat yang terkecoh dengan strategi yang dibuat oleh para caleg, yang seharusnya membuktikan Visi Misi kedepan bukan hanya “mengencingi” suatu daerah dengan pembangunan yang sifatnya instan.
Mengingat dana yang dibutuhkan untuk kampanye tidaklah sedikit, maka para calon pengambil kebijakan juga haruslah memikirkan celengan yang harus digunakan, baik itu dari kekayaan sendiri, donatur, bahkan juga memakai dana aspirasi bagi caleg yang masih menjabat sebagai anggota dewan.
Seperti yang dipaparkan bupati Sukoharjo yang diulas dalam koran ini, “semuanya baik (anggota) Dewan (DPRD) ngotot untuk kepentingan politik. Bupati ini jabatan politik, jadi sah saja (seperti iti). Tulis iti.”
Hal ini haruslah menjadi bahan koreksi oleh masyarakat, walaupun hal tersebut secara politik diperbolehkan.
Rusak Anggaran
Mengenai dana aspirasi yang dipakai untuk kepentingan politik tersebut bukanlah hal yang baru, di Amerika serikat sekitar tahun 1994 sudah muncul dana aspirasi, yang dalam prakteknya dana aspirasi tersebut diartikan sebagai dana publik yang dialokasikan oleh Legislator untuk Konstituennya supaya terpilih pada pemilihan selanjutnya.
Anggaran ini sangatlah rawan, yakni bisa digunakan untuk kepentingan kampanye, yang nantinya tidak akan dimintai pertanggung jawaban kepada KPU yang paling lambat tiga hari paska pemilihan. Dikarenakan anggaran tersebut termasuk anggaran APBD (Anggaran Pengeluaran Belanja Daerah).
Dari keterangan Bupati Sukoharjo Wardoyo Wijaya, untuk saat ini sedang terjadi tarik ulur mengenai dana asrasi untuk tahun 2014, walaupun untuk tahun 2013 setiap anggota dewan Rp 500 juta, untuk rincian Rp300 juta untuk anggaran penetapan dan Rp250 juta untuk anggaran perubahan.
Hal tersebut semakin memperkuat buruknya penyelenggaraan keuangan yang menyangkut APBD, dan disudut yang lain besarnya kepentingan politik untuk menghadapi pemilu 2014, sehingga menyogrok anggaran tersebut.
Cerita aspirasi ini menguak kepentingan politik dalam penyelenggaraan keuangan pemerintah daerah, juga sebagai gambaran akan penyalahgunaan kekuasaan dalam pengguanaan dana Aspirasi untuk kepentingan pembangunan infrastruktur daerah yang sudah “dikencingi” sehingga pembangunan yang tidak merata.
Selain membuktikan buruknya pengelolaan, hal tersebut juga akan membuat keadaan masyarakat tidak lagi memegang falsafah “Bhineka Tunggal Ika”, menjadi masyarakat hedonis, pragmatis dan kapitalis, yang menggadaikan hak pilih hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok masyarakat tertentu tanpa memikirkan perkembangan daerah lainnya.
Seperti yang dipaparkan diatas, walaupun itu dalam sebagian elite politik diperbolehkan, dan efektif menarik animo masyarakat, tetapi kasus tersebut merusak nilai pembangunan yang didasarkan atas kewajiban seorang wakil rakyat sebagai perpanjang tangan masyarakan untuk membangun kesejahteraan yang menyeluruh.
Dikarenakan maksud dari dana aspirasi ini diperuntukkan atas dasar aspirasi masyarakat yang disambut oleh wakil rakyat untuk mensejahterkan masyarakatnya (konstituennya), maka tidaklah pantas jika dana ini turun karena ada maksud tertentu selain mensejahterakan rakyat.
Kasus ini jelas merugikan masyarakat selama satu peroide keanggotaan sebagai dewan, dengan menggadaikan kebijakan diakhir jabatan.
Jika dana tersebut kucur selama periode penjabatan bukan sedekar muncul waktu mendekati pesta rakyat, maka akan terbangunnya kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh, juga akan lebih efektif dalam menumbuhkan rasa kepercayaan masyarakat yang telah pudar.

Kataku

ketika kita tidak mencoba, maka kita tidak akan mengalami kesalahan, sehingga apa yang disebut keberhasilan juga kita tidak akan mengetahuinya. Sesuatu yang baru itu lebih membuat kita tertantang, sehingga kita dapat menabung dalam bank pikiran kita, sehingga kita dapat mengambilnya suatu nanti apabila kita membutuhkanya.
Andi Riyanto
Template by : kendhin x-template.blogspot.com