Sejarah
dan Pengertian Wacana
Kajian
mengenai bahasa sudah ada sejak zaman Yunani kuno, walaupun pada saat itu bukan
untuk kepentingan kebahasaan dan komunikasi. Tetapi pada saat itu lebih pada
bahasa adalah alat yang tepat untuk mengunggkapkan konsep-konsep berfikir dan
hasil dari pemikiran filosofis.
Bahasa
merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia untuk melakukan sosialisasi
atau interaksi sosial dari penyampaian berita, pikiran dbb. Bahasa meliputi
tataran fonologi, morfo;ogi, sintaksis, sematik, dan awacana. Sedangkan wacana
tersebut memiliki tataran terlengkap dari kesemuanya dikarenakan ada penunjang
lainnya yaitu situasi pemakaian dalam masyarakat. wacana dibentuk oleh
paragraf, sedangkan paragraf dibentuk oleh kalimat. Sehingga suatu paragraf
tersebut haruslah merangkai kalimat-kalimat sehingga membentuk satu kesatuan
yang utuh atau membentuk suatu gagasan selanjutnya.
Wacana
sendiri adalah disiplin ilmu baru yang pemunculannya sekitar tahun 70-an.
Banyak kalanghan yang menggunakan istilah tersebut, dari studi bahasa,
psikologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya. Dari sini kita perlu
tahu apakah wacana tersebut?
Dari
awal pemunculannya istilah wacana bukan dari ahli bahasa, tetapi dipolulerkan oleh
para ahli psikolog, antropolog, dan sosiolog. Mereka beranggapan bahwa
pemakaian bahasa dilapangan bukan dilihat dari struktur bahasa, melainkan dari
konteks pemakaian bahasa, yaitu wacana.
Tarigan
mengatakan wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar
diatas kalimatatau klausa dengan koheransi dan kohesi tinggi yang
berkesinambungan, yang mempunyai awal dan akhir yang nyatra, disampaikan secara
lisan atau tertulis. Walaupun ada wacana yang tidak kohesif, tetapi koheren.
Sobur
Alex mengungkapkan bahwa wacana adalah rangkaian ujar atau rangkaian tindakan
tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan sevara teratur,
sistematis, dalam suatu kenyataan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental
maupun nonsegmental bahasa.
Sehingga
dari sini kita bisa menyimpulkan hahwa wacana mempunyai sifat-sifat antara
lain:
1. Wacana
dapat berupa rangkaian ujar secara lisan dan tulisan atau rangkaian tindak
tutur.
2. Wacana
mengunggkapkan suatu hal (subjek).
3. Penyajiannya
teratur, sistematis koheren, dan lengkap dengan situasi pendukungnya.
4. Memiliki
satu kesatuan misi dalam rangkaian itu.
5. Dibentuk
dari unsur segmental dan nonsegmental.
Antara
Realitas Bahasa dan Media Komunikasi
Diatas
sudah diterangkan bahwa wacana berbentuk rangkaian kebahasaan dengan semua
kelengkapan strukturalnya. Sedangkan dalam kenyataannya dapat juga berwujud
nonbahasa. Misalnya rangkaian-rangkaian isyarat dan rangkaian tanda-tanda yang
bermakna bahasa yang telah disepakati oleh sebagian kelompok masyarakat sebagai
suatu konvensi. Rangkaian tersebut dapat dibaginatas:
1) Isyarat
dengan gerak-gerik sekitar kepala atau muka.
2) Isyarat
melalui gerak=gerik tubuh lainnya.
3) Tanda-tanda
yang bermakna lainnya yang bermakna bahasa, misalnya Rambu-rambu lalulintas,
dsb.
Proses
konstruksi realiatas oleh pembuat wacana difaktori dinamika internal dan
eksternal yang mengenai diri si pelaku konstruksi. Untuk melakukan konstruksi,
pelaku juga memakai strategi tertentu, dari pemilihan bahasa, pemilihan fakta
yang akan dimasukkan/ dikeluarkan, pilihan teknik penampilan wacana disepan
publik, sehingga muncul wacana dikonstruksikan melalui atau berupa alat apa,
baik itu tulisan, perilaku, ataupun ucapan, dsb.
Dalam
dunia komunikasi sendiri, komunikasi pada umumnya dilakukan dengan bahasa
verbal dan bila didak bisa dilakukan dengan bahasa verbal dapat digunakan
bahasa nonverbal.
Jika
dilihat dari fungsi wacana sebagai media komunikasi, wujud wacana itu dapat
berupa rangkaian tuturan lisan maupun tulisan. Jika dipandang sebagai rangkaian
tuturan lisan, Norman Fairclough mengungkapkan, wacana adalah bahasa yang
digunakan untuk mempresentasikan suatu praktik sosial, di tinjau dari sudut
pandang tertentu. Sedangkan Fiske mengnungkapkan, wacana diartikan sebagai
suatu pernyataan atau ungkapan yang lebih dari satu ayat. W. O’bar juga memberi
pendapat bahwa wacana merupakan penyampaian ide-ide dari seseorang kepada orang
lain.
Jadi,
wacana adalah proses komunikasi, yang menggunakan simbol-simbol, yang berkaitan
dengan interprestasi dan peristiwa-peristiwa, didalam sistem kemasyarakatan
yang luas.
Dari
segi cara penyampaiannya, isi dan sifat wacana Liamzon membagi sifat wacana
menjadi Lima yakni, Naratif, Prosedural, Hortatorik, Ekspositirik, dan
Deskriktif.
1. Wacana
Naratif merupakan tuturan yang menceritakan atau menyajikan suatu hal atau
kejadian dengan menonjolkan tokoh pelaku, maksudnya untuk memperluas
pengetahuan pendengar atau pembaca. Sedangkan kekuatan wacana ini pada urutan
cerita berdasarkan waktu, cara bercerita atau diatur melalui plot.
2. Wacana
prosedural merupakan rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu secara berurutan
yang tidak boleh dibolak-balik unsurnya, karena urgensi unsur yang lebih dahulu
menjadi landasan unsur berikutnya. Biasanya dipakai untuk menjelaskan sesuatu
yang terjadi.
3. Wacana
hortatorik merupakan tuturan yang isinya bersifat ajakan atau nasihat.
Kadang-kadang juga bersifat memperkuat keputusan atau agar lebih meyakinkan.
4. Wacana
Ekspositorik merupakan rangkaian tuturan yang bersifat memaparkan suatu
pemikiran.
5. Wacana
Deskriptif merupakan rangkaian tuturan yang memaparkan sesuatu baik berdasarkan
pengalaman maupun pengetahuan penuturnya.
Dari
sifat diatas, wacana sebagai media yang komunikatif untuk penggunaan bahasa
pada masyarakat luas, karena menunjolkan bagaimana peranan bahasa sebagai alai
komunikasi masyarakat. penguasaan atau kemapuan cara penggunaan bahasa dikenal
dengan istilah kompetensi komunikatif. Sedangkan untuk mencapai hal itu harus
memakai pendekatan komunikatif. Ada tiga hal untuk mewujudkan kompetensi
komunikatif yaitu, 1. Penguasaan pengetahuan tata bahasa, 2. Pengetahuan
tentang makna, 3. Pengetahuan tentang pemakaian/ penggunaan bahasa.
Sumber:
Yoce Aliah Darma dalam bukunya Analisis Wacana Kritis, hal 1-14, 2009