Selamat Datang Diblog Andi Riyanto * jadikan hidupmu bermanfaat bagi orang yang kamu sayangi * ingatlah kelemahanmu itu adalah kelebihanmu * masalah itu timbul dari pikiran kita *

Minggu, 09 Februari 2014

Wacana Sebagai Alat Komunikasi

Sejarah dan Pengertian Wacana
Kajian mengenai bahasa sudah ada sejak zaman Yunani kuno, walaupun pada saat itu bukan untuk kepentingan kebahasaan dan komunikasi. Tetapi pada saat itu lebih pada bahasa adalah alat yang tepat untuk mengunggkapkan konsep-konsep berfikir dan hasil dari pemikiran filosofis.
Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia untuk melakukan sosialisasi atau interaksi sosial dari penyampaian berita, pikiran dbb. Bahasa meliputi tataran fonologi, morfo;ogi, sintaksis, sematik, dan awacana. Sedangkan wacana tersebut memiliki tataran terlengkap dari kesemuanya dikarenakan ada penunjang lainnya yaitu situasi pemakaian dalam masyarakat. wacana dibentuk oleh paragraf, sedangkan paragraf dibentuk oleh kalimat. Sehingga suatu paragraf tersebut haruslah merangkai kalimat-kalimat sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh atau membentuk suatu gagasan selanjutnya.
Wacana sendiri adalah disiplin ilmu baru yang pemunculannya sekitar tahun 70-an. Banyak kalanghan yang menggunakan istilah tersebut, dari studi bahasa, psikologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya. Dari sini kita perlu tahu apakah wacana tersebut?
Dari awal pemunculannya istilah wacana bukan dari ahli bahasa, tetapi dipolulerkan oleh para ahli psikolog, antropolog, dan sosiolog. Mereka beranggapan bahwa pemakaian bahasa dilapangan bukan dilihat dari struktur bahasa, melainkan dari konteks pemakaian bahasa, yaitu wacana.
Tarigan mengatakan wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar diatas kalimatatau klausa dengan koheransi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan, yang mempunyai awal dan akhir yang nyatra, disampaikan secara lisan atau tertulis. Walaupun ada wacana yang tidak kohesif, tetapi koheren.
Sobur Alex mengungkapkan bahwa wacana adalah rangkaian ujar atau rangkaian tindakan tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan sevara teratur, sistematis, dalam suatu kenyataan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental bahasa.
Sehingga dari sini kita bisa menyimpulkan hahwa wacana mempunyai sifat-sifat antara lain:
1.      Wacana dapat berupa rangkaian ujar secara lisan dan tulisan atau rangkaian tindak tutur.
2.      Wacana mengunggkapkan suatu hal (subjek).
3.      Penyajiannya teratur, sistematis koheren, dan lengkap dengan situasi pendukungnya.
4.      Memiliki satu kesatuan misi dalam rangkaian itu.
5.      Dibentuk dari unsur segmental dan nonsegmental.
Antara Realitas Bahasa dan Media Komunikasi
Diatas sudah diterangkan bahwa wacana berbentuk rangkaian kebahasaan dengan semua kelengkapan strukturalnya. Sedangkan dalam kenyataannya dapat juga berwujud nonbahasa. Misalnya rangkaian-rangkaian isyarat dan rangkaian tanda-tanda yang bermakna bahasa yang telah disepakati oleh sebagian kelompok masyarakat sebagai suatu konvensi. Rangkaian tersebut dapat dibaginatas:
1)      Isyarat dengan gerak-gerik sekitar kepala atau muka.
2)      Isyarat melalui gerak=gerik tubuh lainnya.
3)      Tanda-tanda yang bermakna lainnya yang bermakna bahasa, misalnya Rambu-rambu lalulintas, dsb.
Proses konstruksi realiatas oleh pembuat wacana difaktori dinamika internal dan eksternal yang mengenai diri si pelaku konstruksi. Untuk melakukan konstruksi, pelaku juga memakai strategi tertentu, dari pemilihan bahasa, pemilihan fakta yang akan dimasukkan/ dikeluarkan, pilihan teknik penampilan wacana disepan publik, sehingga muncul wacana dikonstruksikan melalui atau berupa alat apa, baik itu tulisan, perilaku, ataupun ucapan, dsb.
Dalam dunia komunikasi sendiri, komunikasi pada umumnya dilakukan dengan bahasa verbal dan bila didak bisa dilakukan dengan bahasa verbal dapat digunakan bahasa nonverbal.
Jika dilihat dari fungsi wacana sebagai media komunikasi, wujud wacana itu dapat berupa rangkaian tuturan lisan maupun tulisan. Jika dipandang sebagai rangkaian tuturan lisan, Norman Fairclough mengungkapkan, wacana adalah bahasa yang digunakan untuk mempresentasikan suatu praktik sosial, di tinjau dari sudut pandang tertentu. Sedangkan Fiske mengnungkapkan, wacana diartikan sebagai suatu pernyataan atau ungkapan yang lebih dari satu ayat. W. O’bar juga memberi pendapat bahwa wacana merupakan penyampaian ide-ide dari seseorang kepada orang lain.
Jadi, wacana adalah proses komunikasi, yang menggunakan simbol-simbol, yang berkaitan dengan interprestasi dan peristiwa-peristiwa, didalam sistem kemasyarakatan yang luas.
Dari segi cara penyampaiannya, isi dan sifat wacana Liamzon membagi sifat wacana menjadi Lima yakni, Naratif, Prosedural, Hortatorik, Ekspositirik, dan Deskriktif.
1.      Wacana Naratif merupakan tuturan yang menceritakan atau menyajikan suatu hal atau kejadian dengan menonjolkan tokoh pelaku, maksudnya untuk memperluas pengetahuan pendengar atau pembaca. Sedangkan kekuatan wacana ini pada urutan cerita berdasarkan waktu, cara bercerita atau diatur melalui plot.
2.      Wacana prosedural merupakan rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu secara berurutan yang tidak boleh dibolak-balik unsurnya, karena urgensi unsur yang lebih dahulu menjadi landasan unsur berikutnya. Biasanya dipakai untuk menjelaskan sesuatu yang terjadi.
3.      Wacana hortatorik merupakan tuturan yang isinya bersifat ajakan atau nasihat. Kadang-kadang juga bersifat memperkuat keputusan atau agar lebih meyakinkan.
4.      Wacana Ekspositorik merupakan rangkaian tuturan yang bersifat memaparkan suatu pemikiran.
5.      Wacana Deskriptif merupakan rangkaian tuturan yang memaparkan sesuatu baik berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan penuturnya.
Dari sifat diatas, wacana sebagai media yang komunikatif untuk penggunaan bahasa pada masyarakat luas, karena menunjolkan bagaimana peranan bahasa sebagai alai komunikasi masyarakat. penguasaan atau kemapuan cara penggunaan bahasa dikenal dengan istilah kompetensi komunikatif. Sedangkan untuk mencapai hal itu harus memakai pendekatan komunikatif. Ada tiga hal untuk mewujudkan kompetensi komunikatif yaitu, 1. Penguasaan pengetahuan tata bahasa, 2. Pengetahuan tentang makna, 3. Pengetahuan tentang pemakaian/ penggunaan bahasa.

Sumber: Yoce Aliah Darma dalam bukunya Analisis Wacana Kritis, hal 1-14, 2009

Kataku

ketika kita tidak mencoba, maka kita tidak akan mengalami kesalahan, sehingga apa yang disebut keberhasilan juga kita tidak akan mengetahuinya. Sesuatu yang baru itu lebih membuat kita tertantang, sehingga kita dapat menabung dalam bank pikiran kita, sehingga kita dapat mengambilnya suatu nanti apabila kita membutuhkanya.
Andi Riyanto
Template by : kendhin x-template.blogspot.com